O’Higgins Meets Indonesia: Kolaborasi Kuliner Chile dan Nusantara yang Memikat Lidah dan Budaya

Wednesday, July 30, 2025
ArticleWine Education
Jakarta, Vakansi — Bayangkan risoles gurih dipadukan dengan segelas anggur merah dari Colchagua, atau lapis legit klasik yang diberi sentuhan buah prune dari Chile. Kombinasi ini bukan sekadar eksperimen dapur, tetapi bagian dari pengalaman kuliner lintas budaya yang dihadirkan dalam acara “Food & Wine Pairing Experience: O’Higgins Meets Indonesia”, yang digelar oleh ProChile di Show Kitchen Electrolux Jakarta.

Acara ini mempertemukan dua dunia—produk pertanian unggulan Chile dan kuliner tradisional Indonesia—dalam satu meja jamuan yang tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menghidupkan dialog antarbudaya.

Region O’Higgins mungkin belum sepopuler Santiago atau Patagonia di mata wisatawan, namun wilayah ini merupakan salah satu tulang punggung pertanian Chile. Berlokasi di Chile tengah, O’Higgins mencakup 16.396 km² dengan populasi sekitar 915.000 jiwa. Lebih dari 40% ekspor buah segar nasional berasal dari sini, termasuk 61% ceri, 10% anggur meja, 7% plum, serta apel, kiwi, dan persik.

Pada tahun 2024, nilai ekspor buah segar dari O’Higgins mencapai USD 3,517 miliar, meningkat signifikan 40% dari tahun sebelumnya. Produk-produk ini kini menjangkau 73 pasar global, termasuk Indonesia.

Tak hanya buah, wilayah ini juga dikenal luas sebagai penghasil wine berkualitas dunia, terutama dari varietas Cabernet Sauvignon dan Carménère, yang tumbuh subur di Lembah Colchagua dan Cachapoal.

“Acara ini adalah bagian dari misi kami untuk memperkenalkan kekayaan pertanian dan budaya Region O’Higgins ke Indonesia. Selain itu, kami ingin masyarakat mengenal Chile bukan hanya sebagai negara penghasil wine, tapi juga mitra rasa yang kaya akan potensi” ujar Patricio Parraguez Bravo, Komisioner Perdagangan Chile di Indonesia.

Salah satu sesi paling menarik datang dari dapur Laura Wiramihardja, Co-Founder Iki Koue, brand dessert lokal yang dikenal kreatif dalam mengangkat kue tradisional ke level berikutnya.

Dalam demonstrasinya, Laura menyajikan jajanan khas seperti kue ketan isi prune, sosis solo isi apel, dan bahkan combro dengan sentuhan buah kering Chile. Perpaduan ini tidak hanya mengejutkan secara rasa, tetapi juga memperkaya dimensi cita rasa lokal.

“Saya ingin menunjukkan bahwa bahan impor seperti prune dan apel dari Chile bisa diolah menjadi sesuatu yang tetap Indonesia,” ujar Laura.

Iki Koue sendiri merupakan pemenang Golden Swirl Award Jakarta Dessert Week 2024, dan telah memecahkan Rekor MURI atas pembuatan Wayang Gatotkaca setinggi 5 meter dari 2.000 kue tradisional.

Jika rasa dari dapur sudah memikat, maka sesi pairing yang dipandu oleh Kertawidyawati—edukator wine dan pendiri Widya’s World of Wine—menjadi klimaks dari pengalaman tersebut. Widya mengajak para tamu mencicipi wine Chile yang dipasangkan dengan camilan tradisional seperti pastel, risoles, hingga lapis legit.

“Dalam konsep pairing, jika semua elemen berasal dari ekosistem yang sama—seperti buah dan wine dari Region O’Higgins—maka mereka akan saling melengkapi secara alami. Sehingga saat dipasangkan dengan kudapan lokal, justru menghasilkan kombinasi baru yang tetap menghargai rasa asli.” jelas Widya.

Menurut Albert Hasiholan, Trade Manager ProChile, Chile kini menjadi pemasok wine terbesar kedua di Indonesia setelah Australia. Kekuatan utamanya terletak pada kualitas tinggi yang ditawarkan dengan harga bersahabat, membuat wine Chile cocok untuk pemula maupun pecinta wine berpengalaman.

“Banyak winery lokal di Indonesia juga menggunakan bahan baku dari Chile. Selain wine, buah-buah seperti Envy Apple dan kiwi juga makin diminati pasar Indonesia, terutama yang peduli pada gaya hidup sehat,” ujar Albert.

Envy sendiri adalah varietas apel premium yang hanya diproduksi oleh perusahaan pilihan di negara tertentu, termasuk Chile. Ini menambah citra eksklusif dan kualitas tinggi pada produk ekspor mereka.

Lebih dari sekadar mencicipi makanan dan wine, acara ini menyampaikan pesan penting: bahwa rasa adalah medium efektif dalam diplomasi budaya. Kolaborasi antara jajanan lokal dan produk global seperti buah dan wine Chile menunjukkan bahwa perpaduan lintas budaya bukan hanya mungkin, tapi juga memperkaya identitas kuliner masing-masing.

Acara ini juga membuktikan bahwa produk pertanian seperti prune, apel, dan wine tidak hanya bisa berdiri sendiri sebagai komoditas ekspor, tetapi juga menjadi bagian dari narasi baru dalam dunia kuliner global.

“Ini bukan soal produk asing atau lokal. Ini tentang kolaborasi, tentang rasa baru yang tetap menghormati tradisi,” pungkas Laura saat menutup sesi demo.

Melalui inisiatif seperti ini, Chile tak hanya membawa produk pertaniannya ke meja makan Indonesia, tetapi juga membawa semangat kolaborasi dan inovasi. Dan seperti yang dirasakan para tamu malam itu, ketika buah prune bertemu kue ketan, atau wine Colchagua menemani sosis solo — satu hal menjadi jelas: rasa memang tak punya batas.