Rugi besar mengindentikkan anggur (wine) sebagai minuman kalangan atas yang sebatas dipadankan dengan makanan wah serupa steak. Kudapan kaki lima seperti asinan, atau masakan khas semisal semur ayam, rendang, rawon sapi maupun bebek bali bisa klop ditutup dengan wine. Lidah anda yang menjadi kunci.
Founder sekaligus Head of Jaddi Academy Kertawidyawati mengungkapkan rumusannya. Menjadikan wine sebagai gaya hidup sah-sah saja. Namun selama anda memahami kultur dan karakter wine, apapun jenis makanannya bukan perkara besar.
“Wine itu memang menjadi bagian dari gaya hidup, tetapi masyarakat kita belum memahami benar apa kandungan yang ada di dalam wine,” kata Widya dalam pertemuan dengan jurnalis di VIN+, Kemang, Jaksel, Kamis (25/7/2024).
Rasa asam, getir, pahit bahkan manis yang ada terkandung dalam wine, sejatinya cocok dihidangkan sebagai penutup makanan. Pahit yang ada di dalam wine jenis Le Cabernet Sauvignon dari Prancis misalnya, bisa menjadi penutup hidangan rawon daging.
Semua itu bisa diketahui kalau anda memahami cita rasa yang terkandung di dalam ragam jenis wine. Untuk menguasainya tentu harus memahami teknik dasar. Misalnya, bagaimana memahami rasa wine hanya dari mencium aroma, hingga teknik menggoyangkan wine dalam gelas untuk mengeluarkan aroma yang terkandung.
“Satu botol wine itu berasal dari hampir 1 kg buah anggur. Ada anggur yang matang sekali sehingga rasanya manis atau sebaliknya,” ungkap Widya.
Teknik dasar bisa dimulai mencicipi wine dengan garam garam, gula atau jeruk nipis. Secuil garam rupanya bisa meredaka pekatnya sensasi asam dari wine jenis Sauvignon Blanc dari Australia. Kalau wine jenis Sayvignon Blanc menjadi penutup makanan asinan, malah menambah sensasi gurih dan manis yang tersisa di lidah.
“Lidah kita itu alat sensor yang luar biasa,” kata Widya.
Widya melalui Jaddi Academy yang menjadi divisi baru PT Jaddy Internasional berupaya mengedukasi masyarakat mulai dari pengetahuan dasar mecakup etika (table manner) meminum wine, hingga memadupadankan dengan masakan khas nusantara. Kurikulumnya lengkap, mulai dari memahami varietas dan karekteristik anggur hingga produk wine yang beredar pada banyak regional.
“Kami mau mengedukasi masyarakat. Walaupun baru berjalan tak kurang dari 2 bulan, kami sudah memiliki klien premium,” tuturnya.
Sebagai bagian gaya hidup, rupanya wine tidak hanya sebatas penutup kuliner. Namun menjadi alat diplomasi. Klien besar yang dipegang Jaddi Academy, kata Widya, ingin menguasai teknik wine sebagai servis untuk bernegosiasi.
“Klien kami malah lebih banyak bukan dari pecinta wine. Kita ingin berkontribusi memberi wawasan mengenai wine,” kata Widya.
Program Indonesia wine and food pairing yang sekarang dijalankan Jaddi Academy bukan pula sebatas alat promosi. Widya mengingatkan, misi penting program tersebut bertujuan untuk membawa kuliner khas nusantara go-international. (Erwin)